Senin, 12 Agustus 2013

@Jakarta Sepi VIII

Pertama kalinya saya mencoba lensa canon 55-250mm ini di acara Jakarta Sepi VIII yang digagas oleh fotografer.net pada saat musim mudik lebaran kemarin. Meski nama acaranya Jakarta Sepi, namun ada ratusan fotografer yang ikut serta dalam acara hunting tersebut.

Kebetulan lebaran tahun ini saya tidak mudik jadi saya bisa ikut acara yang menyenangkan ini. Apalagi ada beberapa orang model yang bersedia difoto beramai-ramai yang membuat saya makin bersemangat untuk memotret.

Pertama kali juga saya memotret keroyokan seperti itu. Seru juga sih karena hoki2an mendapatkan angle dan ekspresi model yang pas. Feel-nya berbeda saat saya mencoba motret hanya berdua dengan sang model seperti eksperimen sebelumnya. Apalagi lensa 55-250mm ini termasuk lensa tele jadi saya perlu mengambilnya dari jarak yg agak jauh sehingga modelnya terhalang oleh fotografer lainnya. Yang bisa saya ambil paling cuma portrait si modelnya doang.

Dengan kondisi semi-candid seperti itu tidak banyak jepretan saya yang bagus. Mungkin juga karena emang sayanya yang belum begitu mahir, jadi tidak banyak yang bisa saya tampilkan di sini.



Tapi untuk pengalaman pertama menggunakan lensa tersebut, buat saya hasil yang didapat cukup lumayan. Dan sekarang bersiap-siap untuk mencoba lebih banyak lagi  :D

Minggu, 07 April 2013

BULETiN: layout, design, pencapaian dan perpisahan

Buletin adalah salah satu media internal terbitan Binus Media Group yang membahas khusus mengenai kehidupan kampus Binus University, sebagai media informasi dari dan untuk Binusian. Kebetulan saat awal bergabung saya ditunjuk begitu saja untuk menangani desain Buletin ini dibanding teman-teman yang lain.

Job desk saya waktu itu (sampai saat ini) adalah menangani berbagai macam keperluan desain promo mulai dari event, branding sampai urusan jualan. Sebenarnya tim Binus Media Group sendiri belum begitu kuat karena keterbatasan SDM, jadi mereka membutuhkan desainer dari "tetangga sebelah" yaitu saya yang kebetulan dari divisi yang berbeda.

Buletin Format Lama

Pada awalnya, saya harus menyesuaikan diri dengan template dari desain sebelumnya. Ternyata banyak sekali peraturan yang harus saya patuhi mengenai layout desainnya. Misalnya pada cover harus ada header Binus berwarna biru tua yang ngeblock di bagian atas, logo Buletin di bawah header tapi harus di kanan, lalu ada iso di bagian kanan bawah. Semuanya sudah paten jadi tidak boleh diganggu gugat.

Saya sadar bahwa hal ini tidak bisa saya ubah dalam waktu singkat, apalagi template ini sudah berjalan cukup lama. Namun secara perlahan saya tetap mengarahkan style desainnya menjadi lebih seru dan modern dibanding sebelumnya. Layoutnya saya rapihkan karena Buletin setebal 32 halaman ini cukup banyak artikel yang harus masuk jadi saya harus mengakali layoutnya yang terlihat penuh agar tetap menarik.

Perubahan desain terus dikembangkan sejak 2011 secara perlahan sehingga lama kelamaan para atasan terbiasa atau tepatnya tidak sadar kalau desainnya sedang mengalami perubahan (peraturan desain sebelumnya tidak seperti ini, dan saya melanggar dengan sukses :p). Sampai akhirnya kami merasa pede mengikutsertakan salah satu edisi Buletin untuk ikut ajang Indonesia Inhouse Magazine Award (InMA) 2012.

Beruntung, Buletin edisi November-Desember 2011 meraih medali emas di ajang tersebut untuk kategori The Best of University Inhouse Magazine. Selasa malam, tanggal 7 februari 2012 di Jambi, penghargaan yang diserahkan oleh ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Dahlan Iskan tersebut membuat kami semakin pede untuk terus mengembangkan buletin.

Buletin Format Baru

Mulai edisi maret-april 2012, buletin mengubah formatnya menjadi selayaknya majalah. Sayangnya nama dan logo Buletin tidak diubah karena alasan tertentu, namun logo Buletin dibuat berdiri sendiri (header Binus dan iso tidak ditampilkan lagi). Jumlah halaman pun ditambah menjadi 60 halaman. Yup, nambah kerjaan lagi deh :p

Tim belum bertambah, masih personil lama. Pekerjaan utama saya makin terbengkalai. Tapi tugas tetap tugas, harus bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Lagipula buletin merupakan proyek yang cukup menyenangkan, kadang saya lebih menikmati mengerjakan buletin dibanding pekerjaan utama saya :p

Dengan format baru ini, rubrikasi buletin jadi lebih bervariasi. Layoutnya pun jadi sedikit lebih "lega" tidak sesumpek format lama. Buletin benar-benar menjadi majalah sekarang, majalah Buletin (aneh ya? ini Buletin apa majalah :p)

Setelah menerbitkan beberapa edisi dengan format baru, Buletin kembali kami ikutsertakan dalam ajang InMA 2013. Tidak tanggung-tanggung, pada jumat malam 8 februari 2013 di Manado, ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) Dahlan Iskan mempercayakan Buletin untuk membawa pulang dua piala sekaligus yaitu Gold Winner untuk edisi Mei-Juni 2012 dan Silver Winner untuk edisi November-Desember 2012 kategori The Best of University Inhouse Magazine.

Anehnya, perasaan kami pada saat mendapatkan dua piala ini terasa biasa-biasa saja, tidak seperti pada saat pertama kali yang rasanya heboh luar biasa. Mungkin waktu itu masih norak, atau mungkin memenangkan sesuatu dari ajang yang sama membuat kebanggaannya berkurang, saya tidak tau. Yang jelas perasaan itu berbeda.

Kini per bulan maret 2013, Buletin bukan kami lagi yang mengerjakan. Ada desainer dan tim baru yang secara khusus mengerjakan ini. Binus Media Group telah berubah menjadi Binus Media Publishing, yang tak hanya menerbitkan majalah-majalah internal namun juga menerbitkan buku-buku pendidikan. Sekarang saya bisa dengan fokus mengerjakan pekerjaan utama saya. Semoga saja tim yang baru bisa melampaui apa yang pernah kami lakukan. (Bye-bye) BULETiN :)

Rabu, 16 Januari 2013

Model Experiment

Seperti biasa saya suka mencoba hal-hal lain di luar kebiasaan sehari-hari. Kali ini saya penasaran dengan model fotogenik dan tidak fotogenik. Saya pernah mendengar dari fotografer Stephen Eastwood bahwa fotogeniknya seseorang tergantung lensa yang digunakan. Namun saya pikir bukankah seorang fotografer harus mampu mengambil sisi terbaik seorang model meski dengan peralatan seadanya.

Saya sendiri sering ditugaskan memotret untuk keperluan berbagai macam promosi. Walaupun begitu saya belum pede untuk menyebut diri saya fotografer… hehehe… karena itulah saya mencoba eksperimen ini.

Suatu hari saya putuskan untuk mencari seorang model untuk ini dengan syarat: orangnya cantik tapi kurang fotogenik (iya harus cewek, soalnya males motret cowok… hahaha). Nah nyarinya gampang-gampang susah nih, proses pencariannya juga cukup panjang kalo diceritain, singkat cerita setelah melewati perjuangan yang penuh keringat, air mata dan darah (halah lebay) saya mendapat gadis bernama Lenny.

Sebenarnya Saya dan Lenny sudah saling kenal namun belum bisa disebut sebagai teman. Jadi saya belum tau gaya narsisnya dia dan merasa perlu menjadi digital-stalkeruntuk mempelajari foto-foto narsisnya di fb, dan setelah saya lihat dia memang sangat minim ekspresi. Untungnya secara karakter dia sangat open dan menyenangkan jadi saya mudah mendekatinya.

Percobaan pertama saya bawa dia ke taman prasasti, dengan pakaian bebas tanpa konsep apapun. Saya harus membuat dia nyaman tanpa tekanan karena pada dasarnya dia memang bukan seorang model, dan saya tau menjadi model untuk foto itu ribet apalagi kalau dibalut dengan konsep macem-macem. Tujuan saya memang bukan untuk konsep, tapi untuk mempelajari seseorang yang kurang fotogenik dan mengambil sisi fotogeniknya secara natural. Itu saja.

Yang seru, saya mengambil foto pada saat dia bercerita. Yup, saya menginterview lenny, bertanya macam-macam bahkan sampai ke hal yang sangat personal dan saya mengambil ekspresinya. Ternyata dia cukup ekspresif juga kalau sedang cerita, meskipun malah jadi keterusan curhat… hahaha…  dan hasilnya seperti gambar di bawah. 

Mungkin orangnya sendiri sebel ngeliat foto ini, tapi saya suka banget loh ngeliatnya. Lenny terlihat polos, lucu, natural dan apa adanya. Bahkan saya yakin ada beberapa ekspresi yang dia sendiri gak pernah liat… hehehe

Percobaan kedua saya bawa dia ke taman menteng Jakarta pusat. Untuk  ekspresinya saya coba yang agak cuek. Di sini saya baru sadar ternyata untuk mengambil ekspresi cuek, apabila salah angle sedikit saja, lenny malah jadi terlihat jutek dan menyeramkan. Eh gak tau juga sih, dia jutek karena salah angle atau emang karena belum sarapan… hehehe. Intinya ekspresi lembut, dingin, cuek, bahkan jutek saya coba. Apabila tersenyum dia sangat bagus apabila tersenyum dengan kelihatan gigi.

Hasil nya seperti apa? Silakan lihat di slideshow dengan format video berikut ini:


Memang untuk mengambil sebuah karya foto perlu ada kerjasama antara fotografer dan model, tidak bisa dari salah satunya. It takes two to tango. Untungnya Lenny cukup kooperatif menangkap arahan dari saya. Fotogenik atau tidak yang penting attitude harus bagus dulu. Lenny sendiri mengakui kalau dirinya kurang fotogenik tapi justru itu yang membuat saya tertarik ingin terus mencobanya. Masalahnya bukan bisa atau tidak, tapi mau atau tidak. Toh kami sama-sama masih belajar. Jadi ya coba saja :-)